Menurut Kepala SMP Negeri 3 Tangerang Selatan Maryono, untuk mendapatkan Adiwiyata Mandiri perlu tahapan yang harus dipenuhi. Minimal pihaknya sudah pernah mendapatkan penghargaan Adiwiyata Nasional. “Tak mudah dalam berkomitmen menjalankan program lingkungan ini. Apalagi basisnya sudah tingkat nasional, banyak yang perlu diperbaiki dan ditata, juga penerapan kebersihan lingkungan pada siswa,” ungkapnya kepada Web Tangsel.
Maryono mengaku sempat ingin mundur dalam memperjuangkan program tersebut karena terlalu rumit dan sulit untuk dijalankan. Namun ternyata, siswa dan guru sangat semangat dalam mendukung dan menjalankan program ini. “Akhirnya kita putuskan untuk terus melajutkan program adiwiyata ini. Ternyata siswa jauh lebih semangat dalam menyiapkan data dan lainnya untuk menuju adiwiyata mandiri,” paparnya.
Sebab, untuk bisa ikut program Adiwiyata Mandiri harus bisa memenuhi 4 poin yang dijabarkan menjadi 33 indikator. Semuanya harus bernilai lebih dari 75. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Adiwiyata SMP Negeri 3 Tangsel Nita Marginingsih.
Poin pertama yakni kebijakan berwawasan lingkungan. Sekolah harus membuat kebijakan kegiatan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, visi misi pun harus menuju ke lingkungan. “Sekolah juga harus menjalankan kurikulum berbasis lingkungan. Dalam pembelajaran harus menerapkan lingkungan. Guru memberikan pengajaran pada siswa dengan dikaitkan kepada lingkungan, hasil karyanya pun berbasis lingkungan,” paparnya.
Sebagai contoh, pelajaran matematika yang biasa belajar mengenai rumus-rumus saja, kali ini dikaitkan dengan lingkungan. Misalnya saat ada materi himpunan, dicontohkan ada himpunan sampah organik dan non organik, kemudian dipilah dan dihitung kembali. Sehingga ada unsur lingkungannya, walaupun dalam pelajaran matematika.
“Selain itu pelajaran PKN, mereka bisa bermain sosio drama, misalnya tentang kemerdekaan, sewaktu mereka bermain sosio drama, alat alatnya itu memakai tutup kepala atau baju yang terbuat dari bahan-bahan bekas,” papar Nita.
Nita menjelaskan, disemua pelajaran yang ada, harus terdapat soal lingkungannya, namun tidak seluruh tema. Minimal dalam satu semester mereka bisa mengkaitkanya pada lingkungan beberapa kali.
Selain dimasukan kedalam pelajaran, mereka juga mengkomunikasikannya melalui media. Misalnya mading, facebook, blog, website, dan lainnya. “Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya kita saja yang tau tentang lingkungan, hal ini harus diketahui orang lain. Dengan memposting hasil lingkungan di media, maka dapat memberikan ilmu kepada orang yang melihat media tersebut,” ungkapnya.
Selain komunikasi pembelajaran berbasis lingkungan hidup, sekolah juga harus menjalin kemitraan untuk kegiatan-kegiatan yang berwawasan lingkungan. SMP Negeri 3 Tangsel melibatkan orangtua siswa dalam pengetahuan lingkungan hidup. Orangtua siswa yang berkompeten di bidang lingkungan dilibatkan sebagai narasumber untuk mempelajari tentang lingkungan.
“Kami juga berkerjasama dengan komite sekolah untuk mengadakan kegiatan kegiatan berbasis lingkungan. Selain dengan komite, kami bermitra dengan DKPP Tangsel, BLHD Tangsel dan LSM,” bebernya. Misalnya dalam pemenuhan fasilitas kebersihan di sekolah. Pihak sekolah pernah mendapatakan gerobak sampah, tempat sampah, dan pot dari DKPP Tangsel.
Sekolah juga bermitra dengan BLHD, pihaknya meminta penyuluhan tentang duta lingkungan, biopori, dan masalah masalah pembinaan tentang adiwiyata.
SMP Negeri 3 Tangsel juga pernah bekerjasama dengan LSM, yakni Lions Club. Mereka pernah menyumbang 1000 pohon yang ditanam di Situ Gintung, Ciputat.
“Kami juga pernah membuat kerajinan-kerajinan daur ulang seperti kardus susu bekas, bungkus kopi dan lainnya. Siswa dan guru bersama-sama mempelajari karya daur ulang untuk dijadikan gantungan kunci, dompet, tempat handphone, tas dan lainnya. Hasilnya kita pakai sehari-hari, bukan hanya dijadikan pajangan saja,” paparnya.
SMP Negeri 3 Tangsel juga menyediakan sarana dan prasarana peduli lingkungan. Sarana yang ada di sekolah seluruhnya harus peduli lingkungan. Sebagai contoh sekolah tersebut memiliki ruangan yang ada ventilasi udaranya.
“Kami juga memiliki green house, biopori, sumur resapan, ribuan pohon, dan lebih dari 200 jenis tanaman obat keluarga seperti kunyit, sirih, lidah buaya, kencur, daun kelor dan lainnya. Hasil dari toga dimanfaatkan untuk pembelajaran siswa, yang banyak khasiatnya dikonsumsi,” bebernya.
Seluruh sarana dan prasarana sekolah dirawat oleh guru dan siswa. Biasanya mereka membuat tim khusus untuk bergantian merawat sarana tersebut.
“Kami juga harus melakukan penghematan listrik, grafik penurunan listrik kita laporkan. Penghematan kertas juga kita lakukan, kertas bekas biasa kita jadikan amplop,” jelas Nita.
Di sekolah tersebut juga memiliki kantin ramah lingkungan. Di kantin tidak boleh menggunakan sterofoam dan plastik untuk membeli makanan dan minuman. Para siswa diminta untuk membawa tempat makan dan botol minum jika ingin jajan.
“Dulu sampah banyak ada di mana-mana, tapi saat ada kebijakan itu, Alhamdulillah dapat mengurangi sampah. Namun, sampah tersebut tetap dikelola dengan baik. Sampah disimpan di pembuangan dan dipilah organik dan non organik yang kemudian dijual oleh OB ke pengepul,” paparnya.
Menurutnya yang paling berat untuk adiwiyata itu adalah pembiasaan diri kepada anak didik. Dari 1200 siswa tidak semua peduli dengan lingkungan, namun kembali lagi pada proses. Pihaknya terus berupaya dan berusaha untuk menerapkan kebersihan lingkungan.
“Misalnya saat upacara sekolah, kita pasti mengingatkan pada siswa untuk jaga lingkungan, gerakan sampah langsung ambil dan buang, lalu di hari jumat ada bersih-bersih,” kata Nita.
Dirinya menyatakan bahwa pengontrolan kebersihan ini selalu dilaksanakan. Jika terdapat kelas kotor maka akan ada denda yang harus dibayar kelas tersebut. Sebab hal ini sudah ada SOP nya.
Dari ke 33 indikator tersebut, pihak sekolah menyediakan hardcopynya yang kemudian dibuat macro excel dan diserahkan kepada panitia provinsi. Setelah dicek oleh panitia provinsi, jika nilainya diatas 75 maka data diserahkan kepada Kementrian Lingkungan Hidup.
“Sebagai syarat untuk kita bisa memperoleh Adiwiyata Mandiri, kita harus bisa mengelola dan mengajak minimal 10 sekolah binaan. Hal ini tidak mudah, karena 10 sekolah tersebut harus mau mengikuti langkah kita yang berbasis lingkungan,” jelasnya.
10 sekolah binaan tersebut, yakni SMPN 10 Tangsel, SMP Al Fath, SMP Al Syukro, SMP 2 Mei, SMP Bintang Kejora, SMP Tarakalfia, SMP Harapan Bangsa, SMP Azkia, SMP Pembangunan Jaya, dan SD Labschool.
Setelah mendapatkan penghargaan Adiwiyata Mandiri, SMP Negeri 3 Tangsel akan melanjutkannya pada jenjang yang lebih tinggi, yakno Eco Asean. Namun untuk menuju program tersebut mereka harus melewati empat tahun dengan terus menerapkan kebersihan lingkungan. (bpti-ts2)
http://www.citranewsindonesia.com/2016/08/komitmen-terapkan-lingkungan-bersih-di.html